minyak atsiri bunga mawar: minyak atsiri bunga mawar

minyak atsiri bunga mawar: minyak atsiri bunga mawar: OPTIMALISASI EKSTRAKSI MINYAK MAWAR ( Rosa hybrida L.) DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK   (KAJIAN LEMAK DINGIN, LEMAK PANAS DAN PELARU...

minyak atsiri bunga mawar: minyak atsiri bunga mawar

minyak atsiri bunga mawar: minyak atsiri bunga mawar: OPTIMALISASI EKSTRAKSI MINYAK MAWAR ( Rosa hybrida L.) DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK   (KAJIAN LEMAK DINGIN, LEMAK PANAS DAN PELARU...

minyak atsiri bunga mawar


OPTIMALISASI EKSTRAKSI MINYAK MAWAR (Rosa hybrida L.) DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK  (KAJIAN LEMAK DINGIN, LEMAK PANAS DAN PELARUT)


PROPOSAL PENELITIAN


OLEH :

ISAAC PEREIRA
2007340021



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2012



OPTIMALISASI EKSTRAKSI MINYAK MAWAR (Rosa hybrida L.) DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK (KAJIAN LEMAK DINGIN, LEMAK PANAS DAN PELARUT)



PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
Isaac Pereira
2007340021


Menyetujui

Pembimbing I                                                                                                      Pembimbing II

Juwita Ratna Dewi, STP. MP                                                                           Wirawan, STP. MMA

Mengetahui,
                                                                                                                                               
Dekan Fakultas Pertanian                                                                         Ketua Program Studi           
UNITRI                                                                                                     Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Widowati, MP                                                                              Juwita Ratna Dewi, STP. MP

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils atau  volatile oils serta minyak aromaterapi merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas (Simon. 1990). Minyak berbau wangi khas yang dihasilkan dari tanaman atau hewan, terdiri dari atas campuran berbagai senyawa kimia yang termasuk golongan hidro karbon. Terdapat 100 jenis tanaman penghasil minyak atsiri, 40 diantarnya terdapat di Indonesia (Manurung, 2010).
Beberapa tanaman hasil minyak atsiri yaitu mawar, nilam, kenanga, melati, cengkeh, yiang-yiang, sereh wangi, akar wangi, pala, kayu manis dan lain-lain. Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengharum atau pewangi pada makanan, sabun, pasta gigi, wangi-wangian dan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Mawar adalah tanaman bunga yang umumnya digunakan dalam industri mawar potong, kosmetik, parfum, obat dan aromaterapi serta sebagai bahan makanan, miuman ataupun zat aditif bagi makanan olahan karena kandungan vitamin C yang tidak kalah dengan kandungan vitamin C pada buah jeruk, kelopak atau helai bunga mawar (petal) bisa diolah menjadi sirup, selai ataupun unsur vitamin tambahan yang ditambahkan pada makanan olahan. Namun dibalik aroma khas dan keindahannya, mawar juga mengandung komponen polivenol dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan (Ditjen POM, 1999).

Menurut Hembing dkk. ( 1993), mahkota bunga mawar dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk darah, TBC, disentri, campak, nyeri haid dan lain-lain. Mawar banyak dipakai dalam bentuk bunga tangkai untuk upacara atau adiah pada hari-hari penting, dan menurut kegunaannya dapat dikelompokkan menjadi bunga potong, mawar taman, tanaman hias pot,  dan mawar tabur (Purbiati et al. 2002).
Minyak mawar adalah salah satu jenis minyak atsiri yang merupakan produk metabolik sekunder dari sekuntum bunga mawar. Sebenarnya seluruh bagian organ mawar mengandung minyak, namun jaringan yang paling banyak menghasilkan minyak atsiri adalah daun dan bunga dengan konsentrasi terbesar pada mahkota bunga. Untuk memproduksi minyak mawar berkualitas tinggi dibutuhkan bahan baku yang cukup banyak. Untuk menghasilkan satu gram minyak atsiri mawar murni diperlukan sekitar 2000 kuntum bunga mawar, sehingga harga minyak atsiri murni sangat mahal.
Pemilihan metode ekstraksi yang tepat sudah tentu tergantung pada tekstur bunga dan kandungan air tanaman yang dapat melalui ekstraksi. Ekstraksi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas.
Pemilihan metode ekstraksi minyak yang tepat akan memberikan kualitas minyak atsiri yang optimal. Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi minyak mawar dengan metode lemak dingin, lemak panas dengan penambahan berbagai jenis bahan pelarut untuk menghasilkan rendemen minyak mawar.
1.2. Rumusan Masalah
  1. Apakah penggunaan lemak dingin, lemak panas dapat memekatkan rendemen minyak mawar ?
  2. Jenis pelarut apa yang paling baik untuk mengkstrak minyak mawar ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui jenis pengekstrak terbaik dalam ekstraksi minyak bunga mawar.
2.      Untuk mengetahui pengaruh lemak dingin dan lemak panas sebagai media adsorbent untuk ekstraksi minyak mawar.
1.4. Manfaat Penelitian
  1. Bunga mawar sebagai penghasil minyak atsiri dengan menggunakan metode enfleurasi dan maserasi.
  2. Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan peningkatan budidaya bunga mawar sebagai sumber bahan baku untuk menghasilkan minyak mawar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bunga Mawar (Rosa hybrida L.)
 Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin dan panas (Diamond, 1990). Terdapat ribuan varietas dari mawar, masing-masing memiliki aroma yang berbeda-beda, jumlah petal yang berbeda, begitu juga warna dan nama yang berbeda (Rukmana, 1995).
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Sub-Divisi       : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Rosanales
Famili              : Rosaceae
Genus              : Rosa
Species            : Rosa hybrida. (Bappenas 2000)
Mawar termasuk tanaman tahunan (perennial) yang mempunyai struktur batang berkayu keras, berduri, bercabang banyak, menghasilkan bunga dan biji terus-menerus (Rukmana, 1995). Selama siklus hidupnya, tanaman mawar terus tumbuh seolah-olah tidak terbatas dan masa produksinya berulang-ulang. Mawar merupakan salah satu tanaman hias bunga yang paling terkenal di dunia (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar berdasarkan cara tumbuhnya dibedakan menjadi dua, yaitu merambat dan semak. Tipe pertumbuhan semak dibagi dalam tiga kelompok yaitu polyantha, floribunda dan hybrid tea (Dole dan Wilkins, 2005).

Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa Polyantha merupakan jenis mawar taman yang sangat beraneka ragam, bunganya kecil dengan garis tengah sekitar 5 cm dan di dekat pucuk cabangnya terdapat banyak ranting yang masing-masing memiliki sekuntum bunga.
Mattjik (2009) menambahkan bahwa Polyantha merupakan tanaman semak pendek (50-60 cm), memiliki ciri menghasilkan bunga terus-menerus, bunganya bergerombol dengan ukuran kecil, diameter bunga ± 5 cm, daun bunga kelipatan 5 dan warna bunga biasanya merah, kuning, putih, merah jambu, salmon dan orange. Permintaan tanaman hias mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan tanaman hias di dalam negeri disebabkan oleh semakin meningkatnya kesejahteraan dan tanggapan masyarakat terhadap kenyamanan dan keindahan lingkungan (Ashari, 1995).
Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa mawar termasuk bunga yang paling disenangi di seluruh dunia dan sering dipakai sebagai lambing keindahan, ketenangan, kedamaian, dan pemujaan juga dapat dimanfaatkan sebagai bunga potong dan tanaman hias, serta sebagai bunga tabur dan bahan industri kosmetika atau pewangi makanan. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa mawar biasanya dimanfaatkan sebagai bunga potong, tanaman hias dalam pot atau tanaman bedengan. Tanaman mawar dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi di daerah tropis (Mattjik, N. A., 2009).
Tanaman mawar yang dibudidayakan di daerah yang beriklim sejuk (dataran tinggi) warna bunganya lebih cerah dengan ukuran bunga yang lebih besar (Ashari, 1995). Mawar dapat ditanam di lapang maupun di rumah kaca. Cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mawar yang ditanam di rumah kaca. Karena cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mawar yang tumbuh di dalam rumah kaca (Dole dan Wilkins, 2005).

2.2. Minyak Mawar
Minyak mawar memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai bahan pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005, Dewi, dkk. 2006). Prospek ekspor minyak mawar di masa datang masih cukup besar sejalan dengan semakin tingginya permintaan terhadap parfum dan kosmetika, trend mode, dan belum berkembangnya materi subsitusi minyak mawar di dalam industri parfum maupun kosmetika, di samping sebagai bahan pembuatan aroma terapi. Minyak mawar diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tumbuhan mawar. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat, sehingga sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli dan Hobir, 1990)
Minyak mawar adalah minyak atsiri bunga mawar yang didapat dari ekstraksi bunga mawar, terutama dari spesies rosa damascena. Minyak mawar mengandung  geraniol dan citronellol dengan konsentrasi keduanya mencapai 75% dari minyak. Selain itu, juga terdapat  linalool, citral dan phenyl ethyl alcohol, nerol, farnesol, eugenol, serta  nonylic aldehyde dalam jumlah sedikit (BugBad, 2007).
Minyak mawar terdiri dari geraniol beraroma wangi yang mempunyai rumus kimia C10H18O dengan rumus bangun CH3.C[CH3]:CH.CH2.CH2.C[CH3]:CH.CH2OH dan l-sitronelol; serta rose camphor (parafin tanpa bau) ( Robinson, T. 1995).
2.3. Komposisi Minyak Atsiri Mawar
Minyak mawar esensial umumnya warna kuning muda dan sangat pedas. Komponen utama minyak mawar yang penting adalah sitronelol. Sitronelol membentuk 30-35% (dengan volume) minyak atsiri bunga mawar. Dua senyawa lain yang berlimpah dalam minyak mawar geraniol (15-25%) dan Nonadecane (10-25%). Banyak molekul tambahan yang hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah termasuk alkohol phenylethyl, heptadecane, geranyl asetat, eugenol, alpha-pinene dan nerol. Banyak dari bau yang menyenangkan bunga mawar berasal dari sekelompok molekul yang disebut Damascenones, yang sering membuat kurang minyak mawar berkadar ential oil (Babu, 2002 dan Loghmani-Khouzani, 2007).
2.4. Lemak/Mentega Putih (Shortening)
Menurut SNI (1995), mentega adalah produk berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan. Mentega adalah produk olahan susu yang bersifat plastis, diperoleh melalui proses pengocokan sejumlah krim. Mentega yang baik mengandung lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Wahyuni & Made, 1998).
Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno,1991). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah dan lain-lain (Winarno, 1991). Mentega putih mengandung 80% lemak dan 17% air (Wahyuni & Made, 1998). Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan, terutama pada pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Fungsi mentega putih dalam bahan pangan khususnya dalam kue dan roti mempunyai fungsi antara lain memperbesar volume bahan pangan, menyerap udara, stabiliser, emulsifier, membentuk cream, memperbaiki keeping quality dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan berlemak dan mengempukan tekstur kue karena mentega putih mengandung shortening dan makanan menjadi empuk (Moehyi, 1992).
2.5. Ekstraksi Dengan Pelarut
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau cairan (Depkes RI, 2000). Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi kontak antar bunga mawar dan pelarut sehingga pada mawar terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan plarut  maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam mawar yang diekstraksi . Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar bunga mawar (Bernasconi  et al , 1995).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah cara yang paling efisien dalam menghasilkan minyak mawar yang berkualitas. Pelarut yang ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat: tidak toksin, tidak bersifat eksplosif, mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan, mudah dan murah (Guenther 1990). Zat menunjukan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan dan proses pemindahan suatu solut secara selektif dari suatu bahan atau campuran dengan suatu pelarut (solvent) dikenal sebagai ekstraksi (Sugar et al., 1990).
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan minyak mawar dari bunga mawar berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian mawar terhadap pelarut yang digunakan (McCabe  et al , 1999). Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan heksan (Anonymous, 2006).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu:
1.      Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2.      Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat (McCabe et al, 1999).
Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan. Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah. Sedangkan ekstraksi multi tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen  yang  lebih  tinggi  daripada  ekstraksi  tunggal ( Voigh 1995).
2.6. Cara Ekstraksi
Cara ekstraksi merupakan sistem pembuatan minyak atsiri yang bahan bakunya memiliki rendemen kecil, rusak pada suhu tinggi, dan rata-rata larut dalam air. Cara ekstraksi biasanya digunakan untuk bahan baku minyak atsiri berupa bunga. Beberapa komoditas minyak atsiri yang menggunakan sistem ekstraksi di antaranya mawar, melati, dan sedap malam (Harbone, 1996).
Cara ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas. Ekstraksi minyak atsiri secara komersial umumnya dilakukan dengan pelarut menguap (solvent extraction). Maka ekstraksi minyak atsiri mawar yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan ekstraksi lemak dingin dan ekstraksi lemak panas (Anonim, 2000). Pada umumnya bahan yang akan diekstraksi akan mendapatkan minyak atsiri ini pun tergantung dari sifat senyawa suatu bahan yang akan diekstraksi (Harbome dan Robinson 1995).
Prinsip metode ekstraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan minyak atsiri di dalam bahan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut yang dapat digunakan di antaranya alkohol, heksana dan benzena. (Anonymous, 2006). Ekstraksi minyak dengan lemak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara enfleurasi dan maserasi. Pada ekstraksi enfleurasi, absorbsi minyak dilakukan oleh lemak pada suhu rendah, sedangkan pada maserasi, absorbsi minyak dengan lemak dengan keadaan hangat (Panji, 2005).

2.6.1. Ekstraksi dengan lemak dingin (Enfleurasi)
Proses enfleurasi adalah proses ekstraksi memakai pelarut tidak menguap yang dingin yaitu berupa lemak padat, cara ini telah dilakukan beberapa puluhan tahun yang lalu yaitu sebelum dikenal proses ekstraksi yang menggunakan pelarut menguap. Enfleurasi dilakukan dengan merendam bunga dalam pelarut yang sesuai pada jangka waktu tertentu, sehingga interaksi antara senyawa yang ingin di ekstrak dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal (Houghton dan Rahman 1998).
Proses enfleurasi untuk absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya. Daun bunga terus menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri dan minyak yang terbentuk dalam bunga akan menguap dalam waktu singkat (Armando, 2009).
Enfleurage merupakan cara yang sangat baik untuk mendapatkan minyak atsiri dari tumbuhan terutama dari bunga. Lemak mempunyai daya absorpsi atau berinteraksi dengan minyak atsiri, jika dicampurkan dengan bahan yang mengandung minyak atsiri. Menurut  Purchon (2002) cara enfleurasi dilakukan dengan meletakkan bahan yang mengandung minyak atsiri pada lemak padat dan menutupnya dengan rapat, maka minyak atsiri yang keluar akan diabsorpsi oleh lemak. Kemudian minyak atsiri dipisahkan dari lemak dengan cara ekstraksi dengan alkohol, kemudian alkohol dipisahkan dari minyak atsiri tersebut (Soeparman dkk, 2009).

2.6.2. Ekstraksi dengan lemak panas (Maserasi)
Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya merendam, Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa – senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009). Maserasi dilakukan dengan cara merendam bunga mawar dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel mawar dan masuk ke rongga sel mawar yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan diluar sel bunga mawar, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel bunga mawar dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan (kamar) (Anonim, 2000).
Ekstraksi dengan menggunakan lemak panas, proses ekstraksi berjalan dengan cepat. Maserasi adalah suatu cara ekstraksi dengan perendaman mawar di dalam lemak panas selama waktu tertentu. Cara maserasi dapat digunakan untuk bahan yang lunak dan untuk bahan yang keras (telah dirajang). Selama perendaman minyak atsiri yang keluar dari mawar akan berinteraksi dengan lemak, minyak atsiri kemudian dipisahkan. Untuk memisahkan minyak atsiri dari lemak, diekstraksi dengan alkohol (sama seperti enfleurage) (Cristina, 2008). Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan. Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah, mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat aktif (Ahmad, 2006).
2.7. Optimalisasi Kondisi Ekstraksi
Secara umum, optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan kondisi gugus yang diperlukan dalam mencapai hasil terbaik dari situasi tertentu. Optimalisasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum fungsi tujuan. Dalam hal ini pendekatan sistem memungkinkan untuk memberikan penanganan masalah dengan suatu metode yang logis sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisis, dan mendesain sistem secara keseluruhan dari subsistem atau komponen yang saling berinteraksi (Anonymous, 1991).
Optimalisasi bertujuan menemukan nilai peubah dalam proses yang menghasilkan nilai terbaik pada syarat–syarat kondisi yang digunakan. Penyelesaian optimalisasi terfokus pada pemilihan peubah terbaik di antara keseluruhan dan proses metode kuantitatif yang efisien termasuk komputer, serta perangkat lunak program komputasi yang termasuk dalam pemilihan yang tepat dan hemat biaya. Selain itu, untuk menjalankan komputer membutuhkan analisis yang kritis, pemahaman pada kesesuaian suatu objek, dan pengalaman sebelumnya yang kadang disebut “engineering judgement” sebelum menghasilkan informasi yang berguna (Gespersz, 1992).
Optimasi linier berkaitan dengan penentuan nilai-nilai ekstrim dari sebuah fungsi linier, yang mempunyai ruang definisi ditentukan oleh satu sistem persamaan linier. Persoalan optimasi ini dibagi dalam dua bagian utama yaitu persoalan maksimasi dan persoalan minimasi (Mulyono (1991). Pada umumnya apabila permasalahan perusahaan adalah kombinasi keluaran maka programasi pangkat tunggal akan diarahkan kemaksimasi keuntungan, sedangkan apabila persoalan menyangkut kombinasi masukan maka biasanya akan diarahkan pada minimasi biaya (Mulyono (1991).

2.8. Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah pelarut organik (mengandung karbon). Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja dengan optimal (Susanto, 1999).
Jumlah pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal (susanto, 1999). Jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya mawar yang diekstrak sampai titik keseimbangan, namun pada ekstraksi multi tahap kepekatan dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya selalu menjadi lebih rendah, karena itu bahan pelarut tidak terpakai secara optimum (McCabe, et al 1999).
2.9. Pemilihan Pelarut
Ada beberapa syarat ideal untuk menjadikan suatu pelarut organik menjadi pelarut pada pengambilan minyak atsiri dari bunga mawar atau bunga apapun yang nantinya akan mempengaruhi kualitas minyak bunga yang di ekstrak, berikut sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut (Guenther, 2006).
·         Harus dapat melarutkan zat wangi bunga secara cepat dan sempurna dan sedikit mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, senyawa albumin
·         Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi
·         Pelarut tidak boleh larut dalam air 
·         Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak bunga
·         Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak akan tertinggal dalam minyak 
·         Harga pelarut harus serendah mungkin dan tidak terbakar (Guenther 1990).
2.10. Jenis Bahan Pelarut
2.10.1. Alkohol
Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH Titik didihnya pada tekanan 760 mmHg adalah 78,40C, titik lelehnya 114.3oC, bobot molekul 46.67 g/mol, dan densitasnya 0.789 g/cm3 pada suhu 20oC dapat larut dalam air dengan tidak terbatas (Fessenden, 1991). Etanol atau alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia  farmasi  dan industri  makanan  dan  minuman. (Anonymous, 2005). Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight, 1994).
                Tabel 1. Karakteristik etanol
Sifat fisik kimia
Rumus molekul
C2H5OH
Berat Molekul 
46,07 kg/mol
Spesifik gravity   
0,789
Melting point  
- 1120C
Boiling point 
78,40C
Soluble in water   
insoluble
Density 
0,7991 gr/cc
Temperatur kritis   
243,10C
Tekanan kritis   
63,1 atm
Sumber : (HSDB, 1999).

2.10.2. Heksana
Heksana adalah senyawa hidrokarbon golongan  alkana dengan  rumus C6H14 dengan bobot molekul 86.18 g/mol. Heksana memiliki densitas 0.6548 g/ml, titik leleh −95°C (178 K), merupakan fraksi petroleum eter dengan kisaran titik didih 65-70oC dan viskositas sebesar 0.294 cP pada suhu 25°C (Anonim, 2007). Heksana merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar, dan larut dalam alkohol, aseton, eter, tetapi tidak larut dalam air. Keuntungan pelarut ini yaitu bersifat selektif dalam melarutkan zat, menghasilkan jumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat mengekstrak zat pewangi dalam jumlah besar. Heksana dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak mawar yang dapat digunakan sebagai minyak atsiri (Jos, B., 2004).
Heksana biasa digunakan sebagai solven untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian dan sayuran seperti kacang kedelai, jagung, dan kacang tanah, pelarut untuk perekat, tinta, dan sebagai cleaning agent. Selain itu, heksana juga digunakan sebagai cairan dalam termometer suhu rendah. Sampai sejauh ini tidak ada informasi mengenai efek karsinogenik pada manusia atau hewan (Anonim, 2007). Penggunaan pelarut heksana sebagai bahan pengekstrak karotenoid dari minyak sawit kasar didasarkan atas sifat kelarutan karotenoid. Karotenoid bersifat nonpolar dan hanya larut dalam pelarut nonpolar (Mappiratu, 1990).








  Table 2. karakteristik Heksana
Sifat fisik kimia
Deskripsi
cairan tak berwarna
Rumus
C6H14
kadar
97,7 %
Berat Jenis
0,660 g/ml (200C)
Berat molekul
86,10
Titik didih
68,950C
Titik lebur
- 95,30C
Kekentalan
0,294 CP (250C)
Kelarutan
tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, sangat larut dalam alkohol 
  Sumber : (HSDB, 1999).
2.10.3. Aseton
Nama lain dari aseton adalah β-ketopropane, dimethyl ketone (CH3COCH3). Aseton memiliki berat molekul 58.09 g/mol, densitas 0.79 g/cm³, titik leleh −94.9°C (178.2 K), titik didih 56.3°C (329.4 K), viskositas 0.32 cP pada 20°C. Aseton memiliki karakteristik mudah
menguap, higroskopik, dan mudah terbakar. Aseton juga larut dalam air, alkohol, kloroform, eter, dan minyak Aseton biasa digunakan sebagai solven untuk lemak, lilin, resin, nitroselulosa, selulosa asetat, dan asetil. Selain itu, aseton juga berperan sebagai agen untuk ekstraksi kandungan dari tanaman atau hewan. Apabila terjadi iritasi atau terhirup, aseton bisa menyebabkan efek hepatotoksik (kerusakan hati). Kontaminasi pada air (misal susu), atau udara (aseton bersifat volatil) dapat memicu chronic exposure. Aseton bukan komponen yang sangat toksik tapi dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit. Terkait dengan sifat melarutkan karotenoid, aseton berperan sebagai pelarut pada karotenoid dalam keadaan terikat dengan senyawa lain yang bersifat polar (Mappiratu, 1990).



III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Dan Sistem Produksi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Penelitian ini direncana selesai dalam waktu selama 2 bulan dimulai pada Desember 2012 hingga Januari 2013.
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1. Alat
            Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik, nampan, buret, corong pisah, lemari pendingin, timbangan, pisau, nampan, ekstraktor, beaker glass, alat penyimpang kedap udara dan cahaya, seperangkat alat destilasi.
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku terdiri dari bunga mawar, mentega putih, kertas saring dan bahan pelarut terdiri dari alkohol, heksana dan aseton.
3.3. Rancangan Percobaan
Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor
Faktor I. Suhu lemak 2 level :
S1 = lemak dingin – 5oC
S2 = lemak panas 80oC
Faktor II : Jenis pelarut 3 level :
            P1 = Alkohol/etanol dengan konsentrasi 30%
            P2 = Heksana dengan konsentrasi 30%
            P3 = Aseton dengan konsentrasi 30%


Sehingga diperoleh model kombinasi sebagai berikut:
S1P1 = suhu -5oC, 30%
S1P2 = suhu -5oC, 30%
S1P3 = suhu -5oC, 30%
S2P1 = suhu 80oC, 30%
S2P2 = suhu 80oC, 30%
S2P3 = suhu 80oC, 30%
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh total perlakuan sebanyak 24 kali percobaan. Analisa data dilakukan menggunakan Analisys Of Varians, (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji BNT 5%.















3.4.    Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi serangkaian kegiatan sebagai berikut:
1.      Ekstraksi dengan menggunakan lemak dingin (Enfleurasi).
Cara kerja:
  1. Letakan lemak/mentega putih dipermukaan nampan setebal ± 0,5 cm yang dilapisi plastik.
  2. Bunga mawar sebanyak 500 gr direndam bersama pelarut organik (heksan) selama 24 jam  dan ditaburkan diatas permukaan lemak/mentega putih.
  3. Simpan selama 6 hari pada suhu ruang dengan pergantian bunga setiap 24 jam dengan bunga mawar yang masih segar.
  4. Lemak/mentega putih ditimbang dan masukan kedalam beaker glass.
  5. Tambahkan alkohol 96% untuk melarutkan lemak.
  6. Aduk 3-4 kali selama 20 menit dan larutkan concentrate di dalam alkohol 96% yang dapat mengikat minyak atsiri
7.      Dinginkan concentrate pada suhu -5°C di dalam lemari pendingin hingga lilin mengendap.
  1. Kemudian dipisahkan antara lemak dan alkohol yang mengandung minyak mawar yang akan merupakan ekstraksi
  2. Lakukan destilasi di dalam evaporator vakum pada suhu 40°C selama 1 hari dan pelarut akan menguap dan menyisakan larutan semipadat berwarna merah kecokelatan yang disebut concentrate.
  3. Lakukan destilasi ulang dalam kondisi vakum pada suhu 45°C untuk memisahkan minyak dengan alkohol yang mengikatnya hingga dihasilkan minyak atsiri murni.
1.      Ekstraksi dengan menggunakan lemak panas (Maserasi)
Cara kerja:
1.      Bunga mawar sebanyak 500 gr direndam bersama pelarut organik (heksan) selama 24 jam.
2.      Letakan lemak dipermukaan nampan setebal ± 0,5 cm yang dilapisi plastik.
3.      Panaskan untuk mencairkan lemak dengan suhu ± 80oC selama 15 menit.
4.      Bunga mawar ditaburkan di atas lemak/mentega putih yang telah dipanaskan
5.      Simpan selama 6 hari pada suhu ruang dengan pergantian bunga setiap 24 jam dengan bunga mawar yang masih segar.
6.      Lemak/mentega putih ditimbang dan masukan kedalam beaker glass.
7.      Tambahkan alkohol 96% untuk melarutkan lemak.
8.      Aduk 3-4 kali selama 20 menit dan larutkan concentrate di dalam alkohol 96% yang dapat mengikat minyak atsiri
9.      Kemudian dipisahkan antara lemak dan alkohol yang mengandung minyak mawar yang akan merupakan ekstraksi
10.  Lakukan destilasi di dalam evaporator vakum pada suhu 40°C dan pelarut akan menguap dan menyisakan larutan semipadat berwarna merah kecokelatan yang disebut concentrate.
11.  Lakukan destilasi ulang dalam kondisi vakum pada suhu 45°C untuk memisahkan minyak dengan alkohol yang mengikatnya hingga dihasilkan minyak atsiri murni.



3.5. Analisa Data
Data dianalisa dengan menggunakan Analisys Of Varians (ANOVA. Data-data nonparametrik diuji dengan menggunakan uji Analisys Of Varians (ANOVA). Bila menunjukkan beda nyata dilakukan uji lanjut dengan BNT 5%.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M.M., 2006, Anti Inflammatory Activities of Nigella sativa Linn (Kalongi, black seed),                      http://lailanurhayati.multiply.com/journal, diakses 13 April 2009.

Anonim, 2000. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Malang tahun 2000.

Anonim, 2007. Hexane. http://en.wikipedia.org/wiki/Hexane. [14 Juli 2007]

Anonim,2007. Vitamin E - Structure and Chemistry. http://www.uic.edu/Vitamin E Chemistry.htm. [26 November 2007]

Anonymous. 2006. Rose Oil , (Online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Rose_oil , diakses 30 Januari 2007).

 Armando, R. (2002). Mmproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Jakarta: Pnebar Swadaya. Hal. 51.

Ashari, S. 1995. Hortikultura, Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 490 hal.
Babu. 2002. Komposisi minyak esensial dari mawar Damask (Rosa damascena Mill.) disuling di bawah tekanan dan suhu yang berbeda.

Bappenas. ( 2000). Mawar. http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 25 Maret 2009.

Bernasconi, G. Gerster, H. Hauser , H. Stauble, H. Schneifer, E. 1995.  Teknologi Kimia. Bagian 2. penerjemah : Handojo L. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 177-185.

BugBand. 2007. What Is Geraniol?, (Online), (www.bugband.net/what-is-geraniol.htm, diakses 3 Maret 2007).

Cristina. 2008. Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus Vulgaris l.) Dengan Menggunakan Basis Aqupec 505 hv. Pustaka Unpad.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal. 1,5,10-11.

Diamond, D. 1990. The Complete Book of Flowers. Charles E. Tuttle Co. Inc. Japan. 293 hal.

Ditjen POM. (1999). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dole, J. M. and H. F. Wilkins. 2005. Floriculture Principles and Species. Prentice Hall, Upper Saddle River. New Jersey. 161 p.

Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1991. Kimia Organik Jilid 1. Penerjemah : Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta.

Guenther, E. (1990). The Essential Oils. Penerjemah: Ketaren, R.S. Minyak Atsiri. Jilid III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 475.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid III. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal 242.

Guenther, E.2006. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI.

Harborne, Robinson. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB Press.

Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Hernani dan Tri Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian. Bogor. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.

HSDB, 1999, Bank Data Hazardous Substances National Library of Medicine , Bethesda, Maryland. www.database  (http://sis.nlm.nib.gov/sis.l).

Jos, B. 2004. Ekstraksi Minyak Nilam Dengan Pelarut n Heksana. Semarang.

Loghmani-Khouzani. 2007. Minyak Komposisi penting dari Mill Damascena Rosa Dibudidayakan di Tengah Iran.

Lutony, T.L dan Rahmayati, 2002. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal. 23-24, 31-33

Manurung, T.B., 2003, Usaha Pengolahan dan Perdagangan Minyak Atsiri Indonesia dan Permasalahannya dalam Menghadapi Era Perdagangan Global, Jakarta.

Mappiratu. 1990. Produksi β-Karoten pada Limbah Cair Tapioka dengan Kapang Oncom Merah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Mattjik, N. A. 2009. Mawar, hal 103-117. Dalam Agus Purwito (Ed.). Budidaya Bunga Potong dan Tanaman Hias. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

McCabe, W.L. Smith, J.C. Hariot, Peter. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2. Penerjemah : Jasjfi, E. Erlangga. Jakarta.

Panji L, Yuliani S, 2005. Teknologi Ekstraksi Minyak Nilam . BB Pasca panen.

PurchonNN.2002.Nerys Purchon’s Handbooks on Soap Natch Essential Oil Extraction Methods. http://www.soapnaturally.org/NerysPurchon/ essoilextraction. html.2003.

Purbiati,T., ASupandi, E. Rehmninglyas, dan Sanvono. 2002. Pengkajian Sistem Usahatani (SUT) Bunga Potong  mawar Spesifk Lokasi Lahan Kering. Lapomn Hail Penelifion ofau Pengkojian BPTPKorong Ploso, Malong. 10 Hlm.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Ed ke-6. Padmawinata K, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Organic Constituent of Higher Plants.

Rukmana, R. (1995). Mawar.Seri Bunga Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rusli, S. dan Hobir, 1990. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri Indonesia. Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Puslitbangtri – Bogor.

Simon, J.E. 1990. Essential oil and Culinary herbs in Advances in New Crops. J. Janick and J.E. Simon (Ed.). Timber Press, Portland, OR. http://www.tropical seeds.com/techforum/veg herbs/ess.Oils cull herbs. 4 Maret 2004.

Soekardjo. 1995.“Dasar-dasar Teknologi Minyak Atsiri”. PT Petrokimia Gresik (Persero). Gresik.

Soeparman S, Jatmiko P, 2009. Kinerja Ekstraksi Biji Jarak Pagar Dengan Proses Pelarutan (Solvent Extraction) Universitas Brawijaya Malang.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Crude Palm Stearin. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. (SNI 01-0019-1995).

Susanto, W. H. 1999. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan . Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Voight, R 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soewardi, N.S., Widiyanti, B., dan Mathilda. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hall 570-573, 579-580.

Widyawan, R. and S. Prahastuti. 1994. Bunga Potong. Tinjauan Literatur Pustaka Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 33 hal.